Penulisan 7
MENANGANI KONFLIK PERUSAHAAN
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)
A.
Pengertian
Pemberhentian
Menurut
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 mengartikan bahwa Pemberhentian atau Pemutusan
hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antar pekerja dan pengusaha.
Sedangkan menurut Moekijat mengartikan bahwa Pemberhentian adalah pemutusan
hubungan kerjas seseorang karyawan dengan suatu organisasi perusahaan.
Istilah
pemberhentian juga mempunyai arti yang sama dengan separation yaitu pemisahan.
Pemberhentian juga bisa berarti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan dari
suatu organisasi perusahaan. Pemberhentian yang dilakukan oleh perusahaan harus
berdasarkan dengan Undang – undang No 12 Tahun 1964 KUHP dan seijin P4D atau
P4P atau seijin keputusan pengadilan. Pemberhentian juga harus memperhatikan
pasal 1603 ayat 1 KUHP yaitu mengenai “tenggang waktu dan ijin pemberhentian”.
Perusahaan yang melakukan pemberhentian akan mengalami kerugian karena karyawan
yang diberhentikan membawa biaya penarikan, seleksi, pelatihan dan proses produksi
berhenti. Pemberhentian yang dilakuakn oleh perusahaan juga harus dengan baik –
baik, mengingat saat karyawan tersebut masuk juga diterima baik – baik. Dampak
pemberhentian bagi karyawan yang diberhentikan yaitu dampak secara psikologis
dan dampak secara biologis.
Pemberhentian
yang berdasarkan pada Undang –undang 12 tahun 1964 KUHP, harus
berperikemanusiaan dan menghargai pengabdian yang diberikannya kepada
perusahaan misalnya memberikan uang pension atau pesangon. Pemberhentian juga
dapat diartikan sebagai pemutusan hubungan kerja seseorang karyawan dengan
organisasi perusahaan. Dengan pemberhentian dilakukan berarti karyawan tersebut
sudah tidak ada ikatan lagi dengan perusahaan (Drs. Malayu Hasibuan, Manajemen
Sumber Daya Manusia,2001). Pemutusan hubungan kerja merupakan fungsi terakhir
manajer sumberdaya manusia yang dapat didefinisikan sebagai pengakhiran
hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha yang dapat disebabkan oleh berbagai
macam alas an, sehingga berakhir pula hak dan kewajiban di antara mereka
(Mutiara Sibarani Panggabean, Manajemen Sumber Daya Manusia, 2004).
- Jenis-Jenis PHK
- PHK Pada Kondisi Normal (Sukarela)
Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan
menghasilkan sesuatu keadaan yang sangat membahagiakan. Setelah menjalankan tugas
dan melakukan peran sesuai dengan tuntutan perusahaan, dan pengabdian kepada
perusahaan maka tiba saatnya seseorang untuk memperoleh penghargaan yang tinggi
atas jerih payah dan usahanya tersebut. Akan tetapi hal ini tidak terpisah dari
bagaimana pengalaman bekerja dan tingkat kepuasan kerja seseorang selama
memainkan peran yang dipercayakan kepadanya. Ketika seseorang mengalami
kepuasan yang tinggi pada pekerjaannya, maka masa pensiun ini harus dinilai
positif, artinya ia harus ikhlas melepaskan segala atribut dan kebanggaan yang
disandangnya selama melaksanakan tugas, dan bersiap untuk memasuki masa
kehidupan yang tanpa peran.
Kondisi yang demikian memungkinkan pula munculnya
perasaan sayang untuk melepaskan jabatan yang telah digelutinya hampir lebih
separuh hidupnya. Ketika seseorang mengalami peran dan perlakuan yang tidak
nyaman, tidak memuaskan selama masa pengabdiannya, maka ia akan berharap segera
untuk melepaskan dan meninggalkan pekerjaan yang digelutinya dengan susah payah
selama ini. Orang ini akan memasuki masa pensiun dengan perasaan yang sedikit
lega, terlepas dari himpitan yang dirasakannya selama ini.
Selain itu ada juga karyawan yang mengundurkan diri.
Karyawan dapat mengajukan pengunduran diri kepada perusahaan secara tertulis
tanpa paksaan/intimidasi. Terdapat berbagai macam alasan pengunduran diri,
seperti pindah ke tempat lain, berhenti dengan alasan pribadi, dan lain-lain.
Untuk mengundurkan diri, karyawan harus memenuhi syarat :
- mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya
- tidak ada ikatan dinas
- tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan
diri.
Undang-undang melarang perusahaan memaksa karyawannya
untuk mengundurkan diri. Namun dalam prakteknya, pengunduran diri kadang
diminta oleh pihak perusahaan. Kadang kala, pengunduran diri yang tidak
sepenuhnya sukarela ini merupakan solusi terbaik bagi karyawan maupun
perusahaan. Di satu sisi, reputasi karyawan tetap terjaga. Di sisi lain
perusahaan tidak perlu mengeluarkan pesangon lebih besar apabila perusahaan
harus melakukan PHK tanpa ada persetujuan karyawan. Perusahaan dan karyawan
juga dapat membahas besaran pesangon yang disepakati.
Karyawan yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak
atas kompensasi seperti sisa cuti yang masih ada, biaya perumahan serta
pengobatan dan perawatan, dll sesuai Pasal 156 (4). Karyawan mungkin
mendapatakan lebih bila diatur lain lewat perjanjian. Untuk biaya perumahan
terdapat silang pendapat antara karyawan dan perusahaan, terkait apakah
karyawan yang mengundurkan diri berhak atas 15% dari uang pesangon dan
penghargaan masa kerja.
- PHK Pada Kondisi Tidak Normal (Tidak Sukarela)
Perkembangan suatu perusahaan ditentukan oleh lingkungan
dimana perusahaan beroperasi dan memperoleh dukungan agar dirinya tetap dapat
survive (Robbins, 1984). Tuntutan yang berasal dari dalam (inside stakeholder)
maupun tuntutan dari luar (outside stakeholder) dapat memaksa perusahaan
melakukan perubahan-perubahan, termasuk di dalam penggunaan tenaga kerja.
Dampak dari perubahan komposisi sumber daya manusia ini antara lain ialah
pemutusan hubungan kerja. Pada dewasa ini tuntutan lebih banyak berasal dari
kondisi ekonomi dan politik global, perubahan nilai tukar uang yang pada
gilirannya mempersulit pemasaran suatu produk di luar negeri, dan berimbas pada
kemampuan menjual barang yang sudah jadi, sehingga mengancam proses produksi.
Kondisi yang demikian akan mempersulit suatu perusahaan mempertahankan
kelangsungan pekerjaan bagi karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut. Hal
ini berdampak pada semakin seringnya terjadi kasus pemutusan hubungan kerja.
Manulang (1988) mengemukakan bahwa istilah pemutusan
hubungan kerja dapat memberikan beberapa pengertian, yaitu :
- Termination: yaitu putusnya hubungan kerja karena
selesainya atau berakhirnya kontrak kerja yang telah disepakati.
Berakhirnya kontrak, bilamana tidak terdapat kesepakatan antara karyawan
dengan manajemen, maka karyawan harus meninggalkan pekerjaannya.
- Dismissal: yaitu putusnya hubungan kerja karena
karyawan melakukan Tindakan pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan.
Misalnya : karyawan melakukan kesalahan-kesalahan, seperti mengkonsumsi
alkohol atau obat-obat psikotropika, madat, melakukan tindak kejahatan,
merusak perlengkapan kerja milik pabrik.
- Redundancy, yaitu pemutusan hubungan kerja karena
perusahaan melakukan pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin
berteknologi baru, seperti : penggunaan robot-robot industri dalam proses
produksi, penggunaan alat-alat berat yang cukup dioperasikan oleh satu
atau dua orang untuk menggantikan sejumlah tenaga kerja. Hal ini berdampak
pada pengurangan tenaga kerja.
- Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan kerja yang
dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah
pemasaran, sehingga perusahaan tidak mampu untuk memberikan upah kepada
karyawannya.
Karyawan yang mengalami jenis pemutusan hubungan kerja
ini kemungkinan besar akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru
di tempat atau perusahaan lain. Dari dua pengertian tersebut di atas, nampaknya
masalah pemutusan hubungan kerja, penyebabnya dapat disebabkan oleh dua
pihak.Baik penyebab yang berasal dari kualifikasi, sikap dan perilaku karyawan
yang tidak memuaskan, atau penyebab yang berasal dari pihak manajemen yang
seharusnya dengan keahliannya dan kewenangan yang diserahkan kepadanya
diharapkan mampu mengembangkan perusahaan, walau dalam kenyataannya menimbulkan
kesulitan-kesulitan bagi perusahaan, dan harus mengambil keputusan untuk
efisiensi tenaga kerja.
- Proses Pemberhentian
Jika
pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka cara yang ditempuh diatur
dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1964. pengusaha yang ingin memutuskan hubungan
kerja dengan pekerjanya harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari P4D untuk
pemutusan hubungan terhadap sembilan karyawan atau kurang, dan izin dari P4P
untuk pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja yang jumlahnya sepuluh orang ke
atas. Selama izin belum diberikan pemutusan hubungan kerja belum sah maka kedua
belah pihak harus menjalankan kewajibannya.
Pemberhentian
karyawan hendaknya berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang ada agar
tidak menimbulkan masalah, dan dilakukan dengan cara sebaik-baiknya,
sebagaimana pada saat mereka diterima sebagai karyawan. Dengan demikian,
hubungan antara perusahaan dan mantan karyawan tetap terjalin dengan baik. Akan
tetapi pada kenyataanya sering terjadi pemberhentian dengan pemecatan, karena
konflik yang tidak dapat diatasi lagi, yang seharusnya pemecatan karyawan harus
berdasar kepada peraturan dan perundang-undangan karena setiap karyawan
mendapat perlindungan hukum sesuai dengan statusnya. Berikut adalah
prosedur/proses pemecatan karyawan:
- Musyawarah
karyawan dengan pimpinan perusahaan
- Musyawarah
pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan
- Musyawarah
pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan, dan P4D
- Musyawarah
pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan, dan P4P
- Pemutusan
berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri
Bagi
pemutusan hubungan kerja yang bersifat massal yang disebabkan keadaan
perusahaan, maka sebelum pemutusan hubungan kerja pengusaha harus berusaha
untuk meningkatkan efisiensi. Upaya peningkatan efisiensi yang biasa digunakan
adalah dengan:
- Mengurangi shift kerja
- Menghapuskan kerja lembur
- Mengurangi jam kerja
- Mempercepat pension
- Meliburkan atau merumahkan
karyawan secara bergilir untuk sementara
Dalam
pemberhentian karyawan, apakah yang sifatnya kehendak perusahaan, kehendak
karyawan maupun karena undang-undang harus betul-betul didasarkan kepada
peraturan, jangan sampai pemberhentian karyawan tersebut menibulkan suatu
konflik suatu konflik atau yang mengarah kepada kerugian kepada dua belah
pihak, baik perusahaan maupun karyawan.
Adapun
bebera cara yang dilakukan dalam proses pemberhentian karyawan:
- Bila
kehendak perusahaan dengan berbagai alasan untuk memberhentikan dari
pekerjaannya perlu ditempuh terlebih dahulu:
- Adakan
musyawarah antara karyawan dengan perusahaan.
- Bila
musyawarah menemui jalan buntu maka jalan terakhir adalah melalui
pengadilan atau instansi yang berwenang memutuskan perkara.
- Bagi
karyawan yang melakukan pelanggaran berat dapat langsung diserahkan
kepada pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut tanpa meminta ijin
legih dahulu kepada Dinas terkait atau berwenang.
- bagi
karyawan yang akan pensiun, dapat diajukan sesuai dengan peraturan.
Demikian pula terhadap karyawan yang akan mengundurkan diri atau atas
kehendak karyawan diatur atas sesui dengan paraturan perusahaan dan
peraturan perundang-undangan.
Perselisihan
PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial bersama perselisihan
hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan.
Perselisihan PHK timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat antara karyawan
dan pengusaha mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu
pihak. Perselisihan PHK antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan PHK, dan
besaran kompensasi atas PHK.
- Penyelesaian
Perselisihan Phk
Penyelesaian
konflik antar buruh dengan majikan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial :
a.
bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan perlu
diwujudkan secara optimal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila;
b.
bahwa dalam era industrialisasi, masalah perselisihan hubungan industrial
menjadi semakin meningkat dan kompleks, sehingga diperlukan institusi dan
mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat,
adil, dan murah;
c.
bahwa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan
Kerja di Perusahaan Swasta sudah tidak sesuai dengan kebutuhan
masyarakat;
d.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b, dan c
perlu ditetapkan undang-undang yang mengatur tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial;
Terhadap
hal tersebut disebutkan dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial bahwa perselisihan hubungan industrial ini
dimungkinkan untuk dapat diselesaikan melalui Pengadilan Hubungan Industrial
(PHI). Berikut di bawah ini penjelasan lebih lanjut mengenai mekanisme
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat dilakukan:
- Penyelesaian
melalui perundingan bipartit, yaitu perundingan dua pihak antara pengusaha
atau gabungan pengusaha dan buruh atau serikat buruh. Bila dalam
perundingan bipartit mencapai kata sepakat mengenai penyelesaiannya maka
para pihak membuat perjanjian bersama yang kemudian didaftarkan pada
Pengadilan Hubungan Industrial setempat, namun apabila dalam perundingan
tidak mencapai kata sepakat, maka salah satu pihak mendaftarkan kepada
pejabat Dinas Tenaga Kerja setempat yang kemudian para pihak yang
berselisih akan ditawarkan untuk menyelesaikan perselisihan tersebut
melalui jalan mediasi, konsiliasi atau arbitrase;
- Penyelesaian
melalui mediasi, yaitu penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh
seorang atau lebih mediator yang netral dari pihak Depnaker, yang antara
lain mengenai perselisihan hak, kepentingan, PHK dan perselisihan antar
serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam mediasi bilamana para pihak
sepakat maka akan dibuat perjanjian bersama yang kemudian akan didaftarkan
di pengadilan hubungan industrial, namun bilamana tidak ditemukan kata
sepakat maka mediator akan mengeluarkan anjuran secara tertulis, bila
anjuran diterima maka para pihak mendaftarkan anjuran tersebut ke
Pengadilan Hubungan Industrial, dan apabila para pihak atau salah satu
pihak menolak anjuran maka pihak yang menolak dapat mengajukan tuntutan
kepada pihak yang lain melalui pengadilan yang sama;
- Penyelesaian
melalui konsiliasi, yaitu penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi
oleh seorang konsiliator (yang dalam ketentuan undang-undang PHI adalah
pegawai perantara swasta bukan dari Depnaker sebagaimana mediasi) dalam
menyelesaikan perselisihan kepentingan, Pemutusan Hubungan Kerja dan
perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam hal terjadi
kesepakatan maka akan dituangkan kedalam perjanjian bersama dan akan
didaftarkan ke pengadilan terkait, namun bila tidak ada kata sepakat maka
akan diberi anjuran yang boleh diterima ataupun ditolak, dan terhadap
penolakan dari para pihak ataupun salah satu pihak maka dapat diajukan
tuntutan kepada pihak lain melalui pengadilan hubungan industrial;
- Penyelesaian
melalui arbitrase, yaitu penyelesaian perselisihan di luar
pengadilan hubungan industrial atas perselisihan kepentingan dan
perselisihan antar serikat buruh dalam suatu perusahaan yang dapat
ditempuh melalui kesepakatan tertulis yang berisi bahwa para pihak sepakat
untuk menyerahkan perselisihan kepada para arbiter. Keputusan arbitrase
merupakan keputusan final dan mengikat para pihak yang berselisih, dan
para arbiter tersebut dipilih sendiri oleh para pihak yang berselisih dari
daftar yang ditetapkan oleh menteri;
- Penyelesaian
melalui pengadilan hubungan industrial, yaitu penyelesaian perselisihan
melalui pengadilan yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri
berdasarkan hukum acara perdata. Pengadilan hubungan industrial merupakan
pengadilan tingkat pertama dan terakhir terkait perselisihan kepentingan
dan perselisihan antar serikat buruh, namun tidah terhadap perselisihan
hak dan pemutusan hubungan kerja karena masih diperbolehkan upaya hukum
ketingkat kasasi bagi para pihak yang tidak puas atas keputusan PHI, serta
peninjauan kembali ke Mahkamah Agung bilamana terdapat bukti-bukti baru
yang ditemukan oleh salah satu pihak yang berselisih.
- Marbun, Ganda Putra. 2013. Kasus perselisihan antara pekerja buruh.(http://kata2bijakpolitik.blogspot.com, di unduh pada tanggal 27 November 2013).
- Marsel. 2011. Contoh makalah PHK. (http://marselinuserik.wordpress.com, di unduh pada tanggal 27 November 2013).
Komentar
Posting Komentar